![]() |
Tanpamu
lebih terasa sangat melelahkan di bandingkan saat kau membawaku berlari, lebih
menyesakkan saat kau pergi di banding saat kau membawaku untuk berlari.
Egoku kah yang terlalu mengikat? Entah siapa yang harus ku teriaki saat ini. Haruskah aku menyesali ucapanku? Sungguh aku menyesal, namun apa waktu kemarin bersedia mengembalikan saat-saat itu?
Terbesit
dengan cepat perjalanan saat kau masih menemaniku, berjanji bersamaku hingga
Finish. Namun dengan cepat pula aku menyadari, kini aku sendiri ah tidak, Tuhan
bersamaku.
Aku
tak menyalahkan dirimu yang mulai merasa lelah, namun aku lebih menyalahkan
diriku mengapa aku membuat sumber energiku merasa lelah dan ingin berhenti.
Entahlah perjalanan saat itu kini menyiksaku, sangat menyiksa.
Butuh
waktu untuk memulihkan? Mungkin. Tapi waktu kurasa tak mampu mengembalikan
kebahagiaanku seperti kala itu. Bak induk kehilangan anaknya kini aku
benar-benar merasa bingung dan kosong.
Ke
arah mana kini harus ku melangkahkan kakiku yang semakin tak mampu menopang
beban tubuhku sendiri. Otakku tak lagi bekerja dengan baik, bahkan hati pun
seakan mati untuk merasakan.
Bisa
ku minta padamu Tuhan, biarkan aku hidup menjadi gadis balita yang hanya mampu
bahagia dan menangis tanpa beban yang sangat berat? Atau setidaknya, menjadi
gadis yang tumbuh dengan kebahagiaan yang penuh meski keadaan memaksa untuk
menangis?
Bisakah
aku memesan hidupku yang lebih baik dari saat ini? Bisakah?
Apakah
ini benar-benar telah berakhir? Saat ku pejamkan dan kembali kubuka mataku pun
mengapa keadaan masih terasa sama? Bahkan lebih menyakitkan lagi.
Aku
yang menyia-nyiakan kehadirannya, atau dirinya yang menyia-nyiakan kehadiranku?
Arghhhh bahkan kini aku tak mampu menyalahkannya, rasanya ingin ku kutuk diriku
sendiri karena telah membuatnya lelah dan kini menghilang.
Jika
memang ia harus pergi? Mengapa tak sekalian membawa semua kenangan? Di simpan
pun sangat terasa perih, haruskah aku menyimpannya dan membuat air mataku
terbuang lebih banyak lagi saat mengingat kenangan tersebut?
Aku
ingin ia kembali menuntunku, namun aku mungkin lebih mengenalnya dari siapa
pun. Keinginanku adalah hal konyol, bodoh dan bahkan dungu! Tak apa, asal aku
tak membohongi rasaku sendiri.
Aku
mengerti, sangat mengerti, ia bukanlah ciptaanku yang mampu ku tentukan agar ia
melakukan hal yang ku perintah. Aku sangat menyadari akan hal itu.
Hal
yang biasa kini tak hadir lagi, membuatku merasa asing dalam perjalananku kali
ini. Merasa tersasar dalam dunia mimpi yang tak berujung. Merasa aku lah satu-satunya
gadis yang sangat menyedihkan.
Kemarin
melamun dan kini mengharap apa guna kehadiranku sesungguhnya? Baiklah, mereka
memutuskan meninggalkanku karena EGOku yang memang di ambang batas, GENGSIku
yang sangat terlihat tinggi melayang.
Entahlah
apa yang harus ku lakukan dalam perjalanan hampaku kali ini. Ini lebih lelah
dari pada saat kau mengajakku berlari kencang. Ini lebih lelah saat kau
menggandengku erat dan sangat erat. Ini lebih lelah saat aku belum menemuimu
sebagai teman perjalananku.
Maaf.
Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf.
Entah
harus berapa kata ‘Maaf’ ku lontarkan, entah harus berapa liter air mata yang
harus ku peras lewat mata besarku, entah harus sekencang apa aku berteriak
memanggilmu seperti gadis gila, entah harus dengan cara apa aku mengatakan aku
menyayangimu.
Baiklah
kurasa aku benar-benar gila sekarang, tertawa sendiri, menangis sendiri dan
memaki diri sendiri. Seterpuruk itukah? Ya! Cinta memang membahayakan, sangat
membahayakan! Aku, sudah merasakannya!
Siapa
pun, bisakah panggilkan Psikolog untukku atau memanggil Ambulance Rumah Sakit
Jiwa untuk menyembuhkanku dan mengasingkanku dengan baik?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar